Kamis, 01 November 2012

Hati Buat Andi


Matahari sudah cukup tinggi ketika Alea sampai di rumah sakit tempat Andi dirawat. Hampir tiga hari yang lalu Alea baru saja menjalani operasi pengangkatan sebagian hatinya untuk dicangkokkan ke hati Andi yang mengalami pengerutan.

Kenapa Alea nekad memberikan hatinya untuk Andi, laki-laki yang sudah meninggalkannya tanpa perasaan bertahun yang lalu ? Alea sendiri tidak mengerti kenapa. Yang Alea tahu, ia hanya ingin memberikan sesuatu yang berarti untuk laki-laki yang dicintainya itu. Alea tidak perduli pada luka di perasaannya, asalkan Andi bisa sembuh dan mendapatkan kebahagiaannya. Dan yang Alea tahu, dia tidak pernah ingin memiliki cinta Andi lagi.

Untuk operasi ini, Alea menolak diberikan imbalan dalam bentuk apapun. Alea juga  sudah membuat perjanjian dengan dokter dan keluarga Andi untuk tidak memberitahukan siapa orang yang telah mendonorkan hati untuknya, dengan alasan apapun. Tidak perlu. Biar Alea dan Tuhan yang mengerti mengapa keputusan ini dibuat. Alea tidak ingin seorangpun menilai apa yang diperbuatnya untuk merebut perhatian Andi lagi...meskipun rasa cinta itu hanya dan akan jadi milik Andi seorang.

Alea kini berdiri mematung di pintu kamar di mana Andi dirawat. Kakinya tak hendak maju melewati pintu putih itu. Matanya hanya memandang lewat jendela kecil di pintu. Dilihatnya Andi sedang makan disuapi ibunya. Dia sudah terlihat makin sehat. Ada rasa yang sulit diterjemahkan merebak di hati Alea menyaksikan pemandangan itu. Yang jelas, ada lega dan bahagia di sana.

Ditunggunya dengan sabar hingga ibu Andi selesai menyuapkan sendok nasi terakhir ke mulut Andi. Memberikannya beberapa teguk minum dan menyuapkan obat. Ketika mata ibu Andi menengok ke arah pintu, Alea mengangguk cepat dan menghilang dalam sekejap sebelum wajah Andi menangkap bayangannya di sana.

‘Besok Alea akan berangkat, Tante. Alea ke sini cuma ingin lihat keadaan Andi sebentar dan pamit sama Tante. Tolong titip Andi ya Tante ? Jaga dia baik-baik, Kalo Andi bermasalah lagi dengan hatinya....pasti repot kalo mesti cari-cari Alea lagi.’ seloroh Alea perlahan sambil tersenyum dan memegang lembut tangan Ibu Andi.

‘Alea nggak mau bilang sendiri sama Andi ?’, tanya Ibu Andi dengan pandangan berharap. Alea menggeleng pelan, tapi pasti.

‘Terimakasih Tante. Alea rasa itu gak perlu. Biar Andi mendapatkan kebahagiaan yang baru sekarang. Itu sudah lebih dari cukup buat Alea. Alea akan selalu berdoa yang terbaik buat Andi’, ucap Alea sendu.

Ibu Andi memeluk tubuh Alea lembut. Matanya berkaca-kaca. Dalam benaknya berkecamuk berbagai tanya yang tak mungkin diucapkannya pada gadis manis belia di hadapannya ini. Betapa hatinya begitu mulia mau memberikan sebagian nyawanya untuk Andi, anaknya, yang notabene pernah melukai jiwa Alea. Tapi Alea telihat tak pernah memikirkan tentang hal itu. Yang diinginkannya hanya Andi sembuh, bisa hidup normal seperti sedia kala....dan bisa menemukan kebahagiaannya sendiri.

Alea memutuskan untuk pergi jauh meninggalkan Indonesia dan tinggal di Canada, tempat ia akan meneruskan studi S2nya dan kemudian menetap di sana. Alea memutuskan untuk menjauh dari semua kenangan tentang cerita hidupnya di Indonesia, termasuk menguburkan ingatan tentang Andi.

Untuk Andi, Alea sungguh ingin laki-laki terkasih itu mendapatkan kebahagiaan yang diinginkannya dari hati, tanpa dia harus hadir sebagai pengganggu. Sementara di belahan dunia lain, Alea hidup sendiri menutup segala pintu untuk takdir hidup berbagi kasih dengan siapapun, meskipun bila suatu saat, pilihan itu hadir baginya.

Tak ada lagi tempat untuk itu dalam hidupnya. Alea telah menutup pintu hatinya bagi cinta. Bagi Alea, cinta dalam hidupnya hanya Andi, dan Andi sudah lama berlalu, meninggalkannya. Tak ada lagi kesempatan untuk kembali......

Cinta tak selalu harus bersama dan memiliki. Dengan segala sisa keyakinannya tentang kasih, Alea sudah berusaha berbuat sesuatu bahwa cintanya selalu ada untuk Andi tanpa harus bersanding dengan sosoknya. Sebuah pilihan yang sulit. Tapi itu membuatnya bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar